Saturday, February 22, 2014

Secangkir Kopi Panas dan Hujan

Aku, sejak bertahun yang lalu aku bukan lagi pecandu kopi. Bukan karena aku mendadak membenci kopi atau dokter melarangku menikmati cairan pekat yang rasanya hampir disukai oleh seluruh penduduk dunia. Bukan itu alasanku tidak lagi menikmatinya. Kamu, kamu yang menjadi alasanku selalu memilih secangkir teh hangat dengan seiris lemon. 

Kopi adalah awal yang menyatukan kita. Secangkir kopi aceh di kafe favorit kita. Itu sebelum kita tahu kalau ternyata kita memiliki banyak kesamaan. Cara kita menikmati malam, rasa yang hadir setiap senja hadir, senyum yang langsung terulas sempurna setiap kali menyium aroma rumput yang baru dipotong, ketidaksukaan pada keju dan kecap. Itu baru sebagian, masih ada setumpuk kesamaan yang membuat kita tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. 

Kamu masih ingat pembicaraan konyol pada tengah malam di salah satu kafe di sudut Jakarta? Cuma denganmu aku bisa membicarakan hukum fisika sambil tertawa konyol dan menjadikan secangkir kopi dan sepotong muffin sebagai bahan untuk menguji teori. Ya, kalau aku mengingat sekarang ada banyak pembicaraan yang hanya mungkin terjadi bersama denganmu. Katamu, kita memiliki gelombang yang sama hingga bisa membicarakan apapun. 

Tapi kemudian semuanya berubah. Mendadak kamu menghilang. Tenggelam di tengah riuhnya kehidupan. Aku mencari tapi gagal menemukanmu. Aku menunggu tapi kamu tidak kunjung kembali. Hingga akhirnya aku memilih untuk menjauh dari kopi, menjauh dari semua kenangan tentang kamu.

Bertahun tapi secangkir kopi masih melemparkanku dalam kubangan kenangan.

Bodohnya, ada malam-malam di mana aku sengaja melemparkan diriku dalam kubangan kenangan. Seperti malam ini misalnya. Hujan masih setia mengguyur kota dan mendadak aku merindukanmu. Ya, aku merindukanmu, begitu saja, tanpa alasan.

Dan seperti malam-malam kemarin ketika rindu itu hadir, aku menuju kafe yang menyimpan kenangan kebersamaan kita. Memesan secangkir kopi panas dan dalam hening bermain dalam kenangan tentang kamu. Membiarkan secangkir kopi itu mendingan.

Ah, mungkin seperti itulah hubungan kita. Secangkir kopi panas di malam yang hujan, menghangatkan tapi akan menjadi tidak berguna jika mendingin dan kehilangan panasnya.

Seandainya aku bisa menghangatkan ... sudahlah. Selamat malam.


2 comments:

  1. Membiatkan diri sendiri terperangkap dalam kenangan. Fiuhhht, kehidupan yang susah move on nih :D kece ceritanya,.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sendiri enggak paham apa yang aku tulis. Tadi nulis enggak pakai tujuan. Udah lama enggak gini, ternyata seru!

      Delete