Jingga, kuning, dan merah perlahan semakin ramai mewarnai langit biru yang membosankan. Aku cinta senja. Dan memandangnya dari tepi sungai Musi, sungai kesayanganmu senja menjadi semakin indah.
Kamu, rumah tempatku kembali.
Perlahan aku menghanyutkan sebuah perahu kertas. Melihatnya diombang-ambing arus sungai Musi yang seakan membelah kota kelahiranmu menjadi dua.
Aku ingat pembicaraan kita pada sepotong senja di tepi sungai Rheine, setahun yang lalu.
Kamu menculikku dari kantor dengan setermos kopi panas dan sekeranjang sandwich, memaksa menemanimu menyusuri sungai Rheine. Kamu kangen rumah, kangn sungai Musi, itu alasanmu saat itu.
Lagi, aku menghanyutkan kapal kertas yang lain. Entah sudah kapal kertas keberapa yang aku hanyutkan di Sungai kesayanganmu.
Satu persatu perahu kertas itu menjauh dariku. Mengikuti arus sungai entah akan berakhir dimana mereka, aku tidak peduli.
Kapal kertas itu adalah kerinduanku. Kamu yang mengajarkan untuk melarungkan kerinduan di sungai.
Kapal kertas itu adalah kabar kepulanganku.
Aku pulang ke kotamu.
Tanpa kamu. ***
Secarik kertas tertiup angin senja di tepi sungai Musi. Potongan obituari kematian seorang koki.
Lhaaa... ternyata dirimu yg nyampah yaaaaa..!!!!
ReplyDeletehuh