Wednesday, June 13, 2012

Pagi Kuning Keemasan

Aku duduk di salah satu batu granit besar di tepi pantai pulau ini. Dari informasi yang kudapat dari Arman pulau ini bernama Pulau Lengkuas. Pulau kecil dengan pantai putih yang mengelilinginya dan batuan granit besar yang seakan melindungi pulau ini. Belum lagi mercusuar yang menjulang tinggi dan membelah langit. 

Aku seorang diri menatap matahari yang sedang menguasai langit pagi, sejak turun dari kapal, Arman menghilang entah kemana, mencari spot. Pagi datang mengenyahkan malam yang aku sukai. Dan pagi ini matahari benar-benar berdandan, pagi kuning keemasan. Pasti Arman akan sangat puas dengan hasil jepretannya. 

"Kamu suka?" Mendadak Arman sudah berdiri di sampingku, masih dengan kamera yang seakan menjadi tangan tambahannya, mengarahkan lensa ke arah matahari terbit, mengintip dari view finder dan beberapa kali menekan shutter sebelum duduk di sampingku.

"Cantik." Aku menjawab singkat.

"Kamu suka?" Dia kembali mengulang pertanyaan yang sama karena aku tidak memberikan jawaban yang memuaskan, khas seorang Arman. 

Aku tertawa pelan, merapikan rambutku, lalu menatapnya, "aku masih membenci pagi, kalau itu yang ingin kamu ketahui."

"Serius? Bahkan setelah selama tujuh hari ini aku berusaha memperlihatkan matahari terbit dari tempat paling eksotik di Belitung?!" Dia menatapku tidak percaya. 

Dan aku mengangguk penuh keyakinan. Ya, aku pembenci pagi dan selamanya akan membenci pagi.

"Ok, aku nyerah kalau gitu, aku kalah!" Arman mengacak rambutku pelan, "aku sudah ga tahu lagi gimana caranya supaya kamu ga membenci pagi. Lagian kamu aneh sih, benci kok sama pagi. Ga normal!"

"Ga normal? Kata siapa kebencianku ga normal? Kebencianku itu beralasan dan sangat normal tahu!" aku mencubit perutnya kesal, enak aja ngatain aku ga normal."

"Apa emang alasannya?" Ah, dia memang ga pernah bosan berusaha mencari tahu kenapa aku membenci pagi.

"R-A-H-A-S-I-A!" Aku tersenyum jahil kearahnya, aku tidak akan termakan jebakannya, "ga bakal kejebak aku, Man!"

"Terserah deh!" Akhirnya dia menyerah, semoga ini bukan jebakan lain yang direncanakan olehnya."Tunggu di sini ya, aku beliin kelapa muda, kamu mau khan?" Tanpa menunggu jawabku dia berlari menuju satu-satunya warung di pulau ini. Dia begitu perhatian.

Menatap punggungnya yang menjauh hingga hilang sempurna dari pandanganku. Aku mencintainya, tapi aku tidak mungkin menjadi miliknya. Dia terlalu sempurna untukku. 

Aku pembenci pagi dan akan selamanya membenci pagi. 

Tapi sesempurna apapun pagi itu, bahkan ketika pagi berwarna kuning keemasan seperti hari ini aku masih membencinya. Dan alasanku membenci pagi tidak mungkin aku ceritakan pada Arman. Aku tidak ingin menyakitinya, menyakiti pria yang mencintaiku. 

Pagi kuning keemasan hanya akan memperjelas sayap hitam yang aku miliki. 

Aku kupu-kupu malam yang hanya terlihat indah ketika tidak ada cahaya.



No comments:

Post a Comment