Tuesday, March 19, 2013

Mungkin, Sejatinya Kita Adalah Pengelana




Akhir tahun kemarin sempat, menyempatkan diri lebih tepatnya, Lovina di Bali. Sederhana, penasaran melihat lumba-lumba di lautan bebas yang katanya merupakan atraksi menarik bagi wisawatan. Sebenarnya lebih penasaran dengan lumba-lumba di Teluk Kiluan, tapi sebagai seorang traveler (pengakuan diri sendiri) ga boleh ada kesempatan yang terlewatkan. Jadilah, sebelum ke Kiluan nikmati lumba-lumba Lovina dulu. 

Tapi postingan ini ga akan bercerita tentang pengalaman saya melihat lumba-lumba di Lovina. Banyak postingan di blog traveler yang pasti lebih menarik bercerita tentang atraksi ini. Postingan ini akan berisi hal-hal kurang penting yang mengisi pikiran selama terombang-ambing di atas kapal kecil menuju titik lumba-lumba berkumpul.

Tidak ada yang bilang kalau perjalanan menuju titik berkumpulnya lumba-lumba itu jauh dan lama. jadilah selama lebih sejam terombang-ambing dalam perahu kecil dan dikelilingi oleh air. Sekeliling, semuanya biru. Langit pagi yang biru sempurna dan air laut yang berwarna biru gelap, membuat ragu untuk mengira seberapa dalam lautan yang ada disekitar. Sesekali deru mesin mendekat, pertanda wisatawan lain dengan tujuan yang sama, mengejar gerombolan lumba-lumba. 

Tiba-tiba ada sesuatu yang mengetuk pelan pikiran, mungkin seperti inilah sejatinya kita hidup, mungkin sejatinya kita adalah pengelana yang terombang-ambing di tengah semesta menuju satu titik akhir tempat nanti kita berkumpul. Sebuah titik yang membuat kita menarik napas panjang dan tersenyum lega karena perjalanan sudah berakhir, kita tidak lagi terombang-ambing. Sebuah titik yang bernama kematian. 

Dan seperti juga kapal yang mendekat dan menjauh dari kapal saya yang terombang-ambing dan berjalan lambat menyusuri lautan bahkan sempat mati karena mengalami masalah mesin, seperti itu juga kehidupan manusia. Sesekali kita bertemu dengan yang lain, berjalan bersama untuk beberapa lama sebelum berpisah karena ritme sudah tak seirama. Sesekali kesal karena ditinggal jauh oleh yang lain. Kebingungan mencari arah dan takut kalau jalan yang dipilih salah. Ada yang memacu kapalnya cepat hanya untuk memuaskan keinginan untuk menjadi yang pertama, ada yang memilih untuk menyusuri jalan pelan sambil menikmati pemandangan di sekitar dan menunggu langit berubah warna. Ada juga yang memilih untuk tertidur dan membiarkan nakhoda mengambil alih. 

Seperti itulah hidup. kita adalah pengalana yang diombang-ambing oleh hidup. Hanya mereka yang menari bersama ombak akan tersenyum bahagia ketika kematian mendekat, 



No comments:

Post a Comment