Tuesday, December 31, 2013

Mungkin Benar

Hari Minggu kemarin, Dy janjian dengan teman di Grand Indonesia. Lumayan jauh dari rumah, harus naik commuter line, angkot dan dilanjut dengan transjakarta. Tapi menggunakan angkutan umum selalu menyisakan cerita yang membuat hati hangat, bibir terkulum manis dan sesuatu untuk dipikirkan. 

Hari itu, seperti biasa, Dy menyimpan smartphone selama perjalanan. Bukan karena takut hilang atau terjatuh tapi karena Dy ingin menikmati perjalanan. Memberi ruang pada imaji untuk bermain tanpa ada yang melarang. Membiarkan hati untuk lebih sensitif melihat dan merasakan sekitar. Dan hari itu, itu keputusan terbaik sepanjang hari. 

Di commuter line yang tidak terlalu ramai, jauh berbeda dengan kondisi hari kerja, beberapa remaja duduk di lantai gerbong. Awalnya Dy tidak memperhatikan mereka tapi gelak tawa mereka yang bebas tanpa beban menarik perhatian Dy. Duduk di lantai gerbong commuter line dengan wajah yang terlihat kelelahan tapi mereka masih bisa tertawa lepas. 
Ah, mungkin benar kalau tempat tidak pernah menjadi masalah selama kita menikmatinya bersama dengan orang yang istimewa, keluarga, sahabat atau teman. 

Di angkot yang kebetulan kosong, setelah Dy duduk dengan nyaman di dekat pintu, sebuah keluarga menyusul. Tidak ada yang spesial dengan keluarga itu. Mereka seperti keluarga kebanyakan di Jakarta, bukan juga dari kalangan menengah. Mereka keluarga yang hidup dengan seadanya. Tapi binar kebahagiaan di mata mereka tidak kalah dengan binar mereka yang baru berlibur ke luar negeri atau kota lain. Dan dari curi-dengar pembicaraan mereka, Dy tahu dari mana asal kebahagiaan itu. Itu kebahagiaan yang hadir karena menghabiskan hari libur bersama dengan keluarga. Lagi-lagi Dy tertampar. 
Ah, mungkin benar, kenangan paling membahagiakan itu adalah kenangan yang kita ciptakan bersama orang yang istimewa, keluarga, sahabat atau teman. 

Dan yang paling menghangat hati sore itu adalah ketika Dy sedang mengantri menunggu pesanan di bakmi GM, sepasang suami istri yang sudah tidak lagi muda masuk ke restoran itu. Sang istri terus menerus bertanya kehalalan restoran itu kepada Sang suami dan Sang suami dengan sabar menjawab dan meyakinkan kalau restoran itu memang halal. Seorang petugas mendengar percakapan mereka dan berusaha membantu dengan menunjukkan sertifikat halal mereka. Itu alasan hati Dy menghangat? Bukan, tapi ucapan Sang suami sebelum mereka duduk "Ibu, mana mungkin Ayah memberi Ibu makanan haram?Sudah bertahun-tahun Ayah menjaga agar semua yang Ayah berikan ke Ibu itu halal." Itu, itu yang membuang hati Dy menghangat. 
Ah, mungkin benar, suami idaman bukan yang paling sempurna fisiknya tapi yang paling sempurna menjaga hubungannya dengan Sang Pencipta.

Setelah hari Minggu itu, Dy selalu memasukkan smartphone ke dalam tas setiap kali berpergian menggunakan angkutan umum. Ada banyak cerita yang menanti, lebih indah dari sekedar cuapan di social media.


No comments:

Post a Comment