Iseng ngubek-ngubek dan nemu sebuah tulisan lama yang menampar. Ya, pernah sekali waktu Dy bisa menulis seperti ini.
Enjoy!
Laron dan Cahaya Lilin
Ini tentang malam yang semakin pekat dan angin yang menderu kencang,
Awan-awan menggulung pelan dan bulan enggan tersenyum serta bintang yang memilih terlelap.
Laron-laron kecil itu masih terbang mencari cahaya karena mereka adalah pecinta cahaya,
Mereka masih terombang-ambing dalam pertengkaran angin laut dan darat,
Sambil melirik takut pada malam yang semakin kelam.
Di mana cahaya?
Seekor laron muda, sedikit masih bilangan umurnya dengan pengalaman yang hampir tidak ada,
Bahkan, ini kali pertamanya ikut dalam perjalanan mencari cahaya,
Tapi dia berseru mengejutkan seluruh rombongan, CAHAYA!
Benarkah?
Perkataan anak muda, tidak ada yang mendengarkan perkatannya.
Tidak ada pengalaman, selesai masalah.
Tapi bukan Tetua namanya jika tidak bijak.
Disuruhnya seorang menyelidiki, benarkah cahaya di sana?
Lima menit perjalanan itu berlangsung,
Menerobos angin, berusaha menjaga arah dan mengintip sesaat dari balik jendela,
Ah ya, cahaya lilin. Kecil tapi cukup untuk malam ini.
Lima menit, dia kembali menderu dalam langit malam dan melapor pada Tetua.
Sayang, Tetua masih belum yakin. Ya, bukan tetua jika tidak penuh pertimbangan.
Penyelidik kedua dikirimkan, kali ini tentu yang lebih berpengalaman.
Sepuluh menit, kali ini tidak sekedar mengintip dari balik jendela,
Dia membiarkan sedikit dirinya terbakar,
Ya, dia sudah lebih berpengalaman. Dia sudah belajar sedikit tentang cahaya.
Lalu kembali menghadap Tetua.
Tetua? Masih ada keraguan di sana.
Bagaimana jika bukan?
Kali ini, laron muda angkat bicara. Minta ijin agar dia yang menyelidiki.
Sungguh dia ingin mengenal cahaya. Sungguh.
Kesungguhan yang membawanya pergi.
Lima menit, tidak lebih.
Tapi dia tidak hanya sekedar mengintip atau membakar ujung dirinya.
Dia memilih menyatukan dirinya bersama cahaya.
Sungguh, dia ingin belajar mengenal cahaya!
Dan Tetua yang melihat pijar tubuhnya yang terbakar berbisik pelan,
Yang termuda yang ternyata paling mencintai cahaya, yang belajar menerima cahaya,
Bahkan hingga merelakan dirinya.
Ya, itu memang cahaya
Dan laron-laron itu berterbangan menghampiri cahaya lilin
Lalu di manakah cahaya milik kita?
Di manakah cahaya yang untuknya kita rela membakar diri bersama dengannya?
Ah, kita hanya laron kecil yang mengaku berpengalaman,
Hanya laron sok tahu yang merasa mengenal cahaya cukup dengan sekilas memandang,
Hanya laron yang bahkan masih ragu untuk menyatu dan menjadi cahaya.
Hallo mbak Dy,
ReplyDeleteOke aku mulai kecanduan untuk blog walking di sini. Kapan-kapan mampir ya di blogku (triasnurwana12.blogspot.com), dan aku minta kritik sama sarannya juga :D
Oh ya hampir lupa, kalimat "Lalu di manakah cahaya milik kita?
Di manakah cahaya yang untuknya kita rela membakar diri bersama dengannya?" sangat membuatku merasa terintimidasi. Terima kasih untuk pelajaran malam ini! :)
Hallo,
DeleteHappy blogwalking! semoga betah yaa~
Siap! kapan-kapan aku mampir ya ;)
hihi, mari terintimidasi bersama! Akupun merasakan hal yang sama.
Hallo Kak,
DeleteSudah lama rupanya aku tidak blogwalking disini, kyaknya banyak ketinggalan ya. Aku mau izin re-post tulisan kakak yang ini. Boleh? :)
Keren kak penuh pelajaran :)
ReplyDeleteMari belajar bersama^^
Delete