Thursday, March 26, 2015

Di Antara Malam

Aku kelelahan. Sangat. Meeting sejak pagi, makan siang yang terlewatkan dan conference call sepanjang sore hingga malam disambung dengan Mikha yang menelpon menjelang dini hari. Yang aku inginkan hanya istirahat.

Hampir pukul empat. Aku baru akan terlelap ketika Mikha yang berbaring di sampingku bergerak.

"Ibra, kamu udah tidur?" Dia berbisik pelan.

Aku memilih untuk tidak menjawab. Terlalu lelah untuk melayani drama apapun yang ditawarkan Mikha.

"I'm sorry, Beib," dia merapikan anak rambut yang menutupi dahiku, "Kamu tahu kalau aku sayang kamu, kan? Aku enggak maksud... aku minta maaf, Ibra."

"Maaf untuk..." aku membuka mata dan ucapanku terhenti ketika menatap mata bulatnya.

Mata yang biasanya berbinar menantang hidup kali ini redup. Hanya menyisakan kesepian dan kesedihan yang tidak terucap. Bercampur dengan rasa bersalah.

Ada apa?

"Kamu belum tidur?" Suaranya tercekat seperti sedang menahan tangis.

"Belum," aku duduk dan menyandarkan punggung pada headboard, "Kamu kenapa?"

Dia memelukku dan menangis.

"Maaf. Aku..." di sela isakannya dia terus mengulang kata yang sama. Maaf. Dan aku semakin bingung.


"Maafin aku Ibra. Maafin aku. Maafin aku, aku..."

Sepanjang sisa malam hanya itu yang dilakukannya. Dia memeluk sambil terus mengulang permintaan maaf. Terlalu lelah aku berhenti bertanya dan membiarkan dia menangis dalam pelukanku. Sesekali aku mengusap kepalanya lembut.

Ini pertama kalinya aku melihat dia menangis. Pun pertama kalinya kami bersentuhan fisik tanpa berakhir dengan bercinta. Juga pertama kalinya Mikha terlihat serapuh ini.

Ada apa?

Sampai matahari terbit aku masih belum mendapatkan jawaban.

Perlahan aku memindahkan Mikha dari pelukanku. Dia terlihat begitu tenang. Hanya bekas air mata di pipinya yang menjadi penanda kejadian absurd tadi malam.

Malaikatku, apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?

Kenapa kamu berulang kali memohon maaf?

Tepat ketika aku akan beranjak dari tempat tidur dia terbangun dan menahan dengan menarik tanganku. Aku sedikit merinding melihat senyuman. Penuh gairah. Sama sekali tidak bersisa Mikha yang jatuh tertidur dalam pelukanku beberapa saat yang lalu.

Siapa dia?

"Pagi, Beib," dia mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku.

Intens. Penuh gairah. Tapi tidak manis melainkan... getir. 



5 comments:

  1. Aku bingung ama ka mikha *baca kamus
    Ka bram, kaka kan laki laki, guru aku bilang kalo laki akalnya ada 9 sisanya perasaan, jadi... You know what i mean ka bram... *Dikte

    ReplyDelete
  2. Hadir!
    Itu Mikha mau minta maaf mau ngaku klo dia sakit? Bisa pny semacam kepribadian ganda kali ya, kak? :p

    ReplyDelete