Saturday, March 7, 2015

Dia, Gadisku


Ini sudah kedelapan kalinya aku mengunjungi cafe ini. Pelayanannya masih buruk. Tehnya masih tidak enak, bahkan semakin tidak enak. Tapi setiap pulang kerja aku pasti menyempatkan mampir ke sini.  

Sambil berdoa bertemu dengan gadisku. 

Ya, sejak tiga hari yang lalu aku menahbiskan dia sebagai gadisku. Dan sukses membuat Sher tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan sampai sekarang dia masih menertawakanku setiap kali kami bertemu. Konyol katanya, mengaku memiliki seorang gadis sementara aku tidak mengenalnya. 

Sher. Mendadak aku merindukannya. Tidak. Aku bukan merindukan dia. Aku merindukan pembicaraan kami. Cuma dia yang mampu menyatukan pembicaraan tentang perubahan iklim dengan dunia mistis dan tetap terdengar masuk akal. 

Mengunjungi cafe ini berarti mengurangi intensitas pertemuan kami. Biasanya kami bertemu hampir setiap malam, kecuali ketika salah seorang dari kami terpaksa lembur, aku yang biasa menjadi pelakunya. Sekarang, bertemu seminggu sekali dengannya adalah kemewahan. 

Semua ini demi gadisku. Dan juga demi menjawab tantangan yang diberikan Sher. 

"Kalau kamu bisa kenalan sama cewek itu dalam waktu seminggu, aku akan melakukan apa pun perintahmu." 

"Apa pun?!" 

"Iya. Apa pun," dia tersenyum menggoda, "A-pa-pun." 

"Hm, apa pun? Termasuk ..." 
"Jangan mulai mikir yang aneh-aneh," dia tersenyum, "Tapi, iya, apa pun, Bram." 

Konyolnya, sampai kunjunganku yang ke delapan aku masih belum menemukan sosoknya di cafe ini.

Aku harus mencarinya ke mana lagi?! 

Pelan aku menyesap peppermint green tea pesananku. Jangan tanya bagaimana rasanya. Peppermint-nya sama sekali tidak terasa. Tehnya cair dan sama sekali tidak tercium aroma khas teh. Masih lebih baik teh buatanku yang selalu dihina Sher sebagai minuman paling tidak enak di dunia. Tapi lagi-lagi aku menahan diri. Demi dia. 

Menyingkirkan gelas pesananku sejauh mungkin, aku mengeluarkan smartphone dan membuka aplikasi chat. Mencari nama siapa lagi kalau bukan Sher? 

Ibrahim Wiranagara : stuck at this awful cafe. 

Tidak perlu menunggu lama sampai Sher membalas pesanku. 

Shervana Alamsukma : siapa suruh percaya sama cinta 

Aku langsung mengernyit kesal. Seketika aku mengutuk kenapa bisa sebodoh itu. Apa yang aku harapkan dari Sher? Balasan penuh keprihatinan atau kasih sayang? Tidak mungkin. 

Ibrahim Wiranagara : DAMN! 

Sher langsung membalas pesanku dengan emoticon ROFL dan aku semakin kesal. 

"Permisi." 

 Aku mendengar tapi memilih untuk bergeming. Tidak mungkin ada yang mengenalku di cafe ini.

"Maaf, Mas," kembali suara yang sama. 

Aku masih bergeming sebelum akhirnya menyadari kalau kalimat itu ditujukan kepadaku. Spontan aku mengalihkan pandanganku ke arah suara itu dan... dia. 

Gadisku. 

Tidak hanya berdiri di hadapanku dia bahkan menatap dan sedang mengajakku berbicara. 

"Maaf, kursi ini kosong?" Dari balik kacamata dia menatapku. 

Suaranya yang lembut dan tatapan matanya berhasil membuat tergugu. 

"Mas?" Pikiranku seketika kembali. 

Dan tidak ingin melepaskan kesempatan yang semesta hadirkan, aku langsung menggelengkan kepala, "Enggak. Kosong." 

"Aku duduk di sini, boleh?" 

Pertanyaannya kembali membuatku terdiam. Mimpi apa aku semalam Tuhan? 

"Cafe lagi rame. Tiap meja penuh dan kebetulan ini meja favoritku. Boleh?" 

Entah bagaimana aku berhasil menganggukkan kepala. Mengiyakan permintaannya. Tidak menunggu lama dia langsung menarik kursi di hadapanku dan setelah menggantungkan tasnya pada sandaran kursi dia menduduki kursi itu. Duduk di hadapanku. 

Ya Tuhan!

Aku memperhatikannya. Tidak berkedip sekali pun. Dalam diam dia mengambil novel tebal, Anna Karenina kalau aku tidak salah, dari tasnya lalu memperbaiki posisi kacamatanya dan melemparkan seulas senyum basa-basi ke arahku sebelum tenggelam dalam aksara. 

Dan aku masih memperhatikannya. Memperhatikan bulu mata lentiknya. Mengingat matanya yang bulat sempurna. Merekam caranya mengigit ujung bibir tanpa sadar. Mencatat kalau dia sama seperti Sher, penikmat kopi hitam. Pekat dan tanpa gula. 

Mendadak dia mengangkat pandangannya dari halaman buku dan pandangn kami bertemu. Hanya sedetik tapi cukup menghadirkan keriuhan pasar malam di dadaku. 

"Kenapa?" Suaranya terdengar begitu lembut. 

"Apanya?" Dari sekian banyak pertanyaan yang bermunculan di kepalaku kenapa harus pertanyaan itu yang meluncur keluar?!

Dia mengigit bibirnya, "Kenapa kamu ngelihatin aku terus?"



7 comments:

  1. Pas baca potongan kmrn saya jadi bingung sendiri tapi stlh baca lanjutannya, maunya dilanjutin lagi sampe kelar, kak. Harus! Solnya ceritanya bagus loh. Ada kemungkinan tebakan saya meleset sejauh2nya soalnya bramnya terlihat seperti sudah moveonπŸ˜‚πŸ˜‚

    ReplyDelete
  2. hihi ini masih bingung mau diapain. doain aja segera ada ide yang mampir :p
    bram-nya...hello kitty? *plak*

    ReplyDelete
  3. Harus adaaaaa ideeenyaa.. :p idih bram yg hellokitty mah maless. Cukup Ibrahim Wiranagara aja. Tapi saya tetap #TeamWira

    ReplyDelete
  4. keren mantap banget! harus dilanjutin ya kak, ditunggu episode selanjutnya :D

    ReplyDelete
  5. Suka kata kata yg ka Sher bilang
    "siapa suruh percaya cinta" πŸ‘πŸ˜

    ReplyDelete