Thursday, March 19, 2015

Dia Kembali

Aku mengetukkan jari pada tetikus. Menggerakkannya tanpa tujuan. Menatap layar yang tidak menampilkan apapun kecuali screen saver pemandangan Tibet, destinasi impian Sher.

"Duit ada, waktu ada, apa lagi, Sher?"

Di balik cangkir kopinya dia tersenyum, "Ada yang aku tunggu."

"Apa?" Aku bertanya penuh rasa ingin tahu, "Jangan bilang temen. Kamu lebih sering traveling sendirian, temen bukan masalah buat kamu."

"Bukan," dia menggeleng pelan, "Buatku ke Tibet itu bukan masalah ada duit, waktu atau temen. Buatku, itu panggilan."

Aku mengangguk lalu menyesap earl grey-ku.

"Aku menunggu. Menunggu semesta mengijinkan aku ke sana."

Sher. Di mana kamu?

Smartphone-ku berdering. Ada pesan Whatsapp yang masuk. Aku melirik sekilas, Mikha.

Rosa Mikhaelana : How are you, Beib?
Rosa Mikhaelana : Tadi pagi kok pergi enggak bilang? 
Rosa Mikhaelana : Aku kaget waktu bangun dan kamu enggak ada. 
Rosa Mikhaelana : Kamu ada meeting pagi? 
Rosa Mikhaelana : Lain kali jangan ilang mendadak gitu lagi, ya, Beib
Rosa Mikhaelana : Already miss you :* :*


Aku membaca pesan dari Mikha. Dua kali. Hambar. Aku kembali meletakkan smartphone-ku. Tidak ada keinginan untuk membalasnya. Sama sekali.

Baru tiga bulan. Tapi sudah hambar.

Tentu saja aku senang menghabiskan waktu bersama Mikha. Setiap detiknya terasa menyenangkan dan manis. Mikha masih tetap malaikatku yang manis, lembut dan adiktif. Tapi hanya itu.

Datar. Flat. Kehilangan semua sensasi yang dulu aku rasakan.

"Kamu buat aku khawatir, Ibra."

Rayhan. Tanpa pemberitahuan, tanpa ketukan, dia tiba-tiba sudah berada di ruanganku.

"Tumben. Biasa kamu perlu dipaksa baru mau balik ke Jakarta," aku menjawab sambil mematikan layar laptop.

"Ada perlu sama Big Boss terus karena kangen masakan Bik Yem juga," dia duduk di hadapan, "Dan khawatir kamu mendadak jadi gila."

Aku menautkan alis dengan bingung, "Maksud kamu?"

"Terakhir aku ke sini kamu kayak orang stress. Pas aku pulang kamu kegirangan kayak anak kecil dan sekarang," dia mengeluarkan sesuatu dari saku celana, "Ini. Kamu kenapa?"
Aku menatap kotak rokok yang di keluarkan dari sakunya, "Rokok ini kenapa?"

"Enggak usah belagak enggak tahu, Ibra. Aku tadi enggak sengaja sama Adri dan dia bilang ini rokok pesanan kamu. Sejak kapan kamu ngerokok lagi?"

Shit! Kenapa Adri harus bertemu dengan Rayhan segala, sih?! 

Aku sudah meminta Adri, office boy di lantai ruanganku, untuk merahasiakannya dari siapa pun tapi tidak ada yang bisa berbohong di depan Rayhan. Dia serupa dengan Sher, mereka berdua mampu mengendus kebohonan, sekecil apa pun. 

Sher..

"Aku enggak ngerokok cuma lagi agak stress aja jadi ..."

Sejak seminggu yang aku memulai kembali kebiasaan lama. Aku kembali merokok. Awalnya hanya untuk mengundang kantuk tapi perlahan semakin sering. 

"Stress kenapa?" Rayhan terlihat tidak sabar, "Yang pasti bukan karena Sher, kan?  Juga bukan karena kerjaan karena Papa bilang perusahaan yang kamu pegang dalam kondisi terbaik."

Aku kembali menautkan alisku. Kenapa Rayhan harus mengungkit Sher dalam maslah ini?

"Jadi kenapa, Ibra?"

"Gimana kalau ternyata karena Sher?" Maaf Sher, aku menggunakan namamu untuk menghentikan Rayhan.

"Enggak mungkin. Sher udah balik jadi enggak mungkin kamu uring-uringan karena Sher."

"Kamu bilang apa? Sher... dia udah balik?"

Giliran Rayhan yang menatapku bingung, "Kamu enggak tahu?"

"Kapan dia balik?" Aku mengabaikan pertanyaan Rayhan.

"Setahuku kemarin. Aku enggak sengaja lihat status WA-nya. Kamu beneran enggak tahu?" 
Aku terdiam.


Sher sudah kembali?

Kenapa dia tidak menghubungiku? Selama bertahun-tahun aku terbiasa menjadi orang terakhir yang dihubungi sebelum dia terbang dan orang pertama yang dihubunginya setelah mendarat.

Kenapa tiba-tiba berubah?

Melupakan janji makan siangku dengan Mikha, aku melesat menuju cafe kesukaan Sher.

Sher sudah kembali.

16 comments:

  1. Jadi makin greget aja liatnya😉😁 tapi aku bingung kenapa ka sher jadi berubah ato wataknya emang kaya gitu?? Moga aja bener kata feeling aku

    ReplyDelete
  2. Ahh, kak Dy bikin galau malam2 ceritanyaa :(
    Bdw, itu Tibet negara impian Sher atau penulisnya? :p semoga tulisannya doa dan penulisnya bisa smpe sana juga. Aamiin..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siapa suruh bacanya malam-malam? *senyum manis*
      Lagi malas mikir. Iyain aja itu negara impiannya Sher. Iyain aja.

      Delete
  3. typo lagi kakk. :D ..maslah ini?..
    ah ini orang (Ibra) galaunya kebangetan. Hahahaha. Kayak yg pernah aku bilang, dia masih belum cukup waras buat sadar. Kasian yah. *kemudian goyang dumang* (~^.^)~ ~(^.^~) (~^.^)~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke. Ntar dirapiin kalau online via laptop.
      Iya. Dia belum cukup waras kayaknyam terus diapain dong?

      Delete
  4. Pas baca judulnya aku kira bakal ada dialog Sher eh cuma kabar kepulangannya ternyata. mbak Dy, Next episode Sher sana Bram ya hahahahaha ditunggu ^_<

    ReplyDelete
  5. Baca awal-awal eh, destinasi nya ke Tibet? Aku yakin ini bukan cuma destinasi impian Sher tapi kak Dy juga, kan? Ayo ngaku? :D *sok tau tentang kak Dy*

    ((Sher sudah kembali)). Berarti next episode Ibra dan Sher yaa? Seru! aku tunggu, kak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. I...iya...

      Ini...kenapa semua suka banget sama Sher, sih? Kenapa?

      Delete
  6. ...tapi ilustrasi Ibra-nya kece. Padahal lagi ngerokok .___.
    Dia tuh, katanya kangen sama Sher, tapi nggak berusaha kepo sampai nggak tahu kalau Sher udah pulang, maunya apa sih?
    Lanjut baca! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lagi galau jadi ngerokok :))
      Hahahhaha...iya, ih! Ibra gimana, sih?
      *ikutan emosi*

      Delete