Entah apa yang ada dalam kepalaku ketika mengajak Mikha ke kafe ini. Dia penggila kafe. Sama seperti aku dan Sher. Tapi kafe kecil yang menempati salah satu kawasan ruko seperti ini bukan jenis kafe pilihannya.
Cuma satu alasan Mikha mengiyakan ajakanku, dia penasaram ketika aku mengatakan kafe ini menghidangkan kopi terbaik di Jakarta. Tapibukan berarti dia tidak mengeluh.
"Kita ngapain ke sini? Ayolah, Beib, lebih baik kita ke tempat biasa. Atau kalau kamu pengin nyoba kafe yang lain juga enggak apa-apa tapi ya bukan ke kafe kayak gini."
Sudah lama aku tidak menikmati secangkir teh panas atau segelas es teh di kafe ini. Pun ketenangan yang ditawarkannya.
Tidak banyak kafe yang mengadopsi sistem slow bar di Jakarta. Kafe ini salah satunya. Di sini, tidak ada yang terburu-buru. Semua pengunjung menikmati pesanan sambil bercengkrama dengan teman. Alasan aku selalu kembali ke kafe ini. Selain karena kehadiran Sher tentunya.
Aku telah beberapa kali mengunjungi kafe ini tapi masih belum bertemu dengannya. Kemana dia?
"Beib, beneran, nih? Kita mau kencan di sini?"
"Sekali-sekali ngerasain suasana yang beda," aku berbisik dan mencium telinganya lembut, "Kopi di sini enak, lho. Kamu harus coba."
Aku baru akan mengikutinya ketika smartphone yang aku kantungi bergetar.
Shervana Alamsukma : Finally
Shervana Alamsukma : Ternyata kamu beneran bisa gila karena cinta, ya, Bram
Shervana Alamsukma : Should I say get a room, boy?
Shervana Alamsukma : *wink*
Tanpa perlu berpikir panjang aku langsung mengalihkan pandanganku ke sofa di sudut kesukaan kami. Dan aku menemukannya duduk ditemani secangkir kopi. Dia ada di sana. Seakan dia tidak pernah menghilang.
Sher menatapku sambil tersenyum, berusaha menahan tawa tepatnya. Dia melambaikan tangan sedetik setelah tatapan kami bertemu lalu mengangkat cangkir kopi seakan memberikan salut ke arahku.
"GOD! I'm fucking miss you, Sher!" Aku berbelok menuju mejanya, "Kamu kemana aja?"
"Aku juga kangen sama kamu, Bram," dia kembali memamerkan senyumannya, "Aku, kan, udah bilang kalau aku ngetrip?" Tanpa rasa bersalah.
"Ngetrip tapi kayak orang kabur. Enggak permisi atau ngomong atau apa gitu."
Dia terkekeh, "Kamu tahu aku, Bram. Implusif. Aku iseng ngecek visa dan pas masih berlaku langsung, deh, nyari tiket. Mau ngabarin kamu enggak sempat."
"Jangan pernah gitu lagi, Sher. Kamu bikin aku gila tahu!"
Dia kembali terkekeh, "Bukannya kamu gila karena dia ya?" Sher menunjuk ke arah Mikha yang sedang berjalan mendekati kami, "Dia malaikat kamu itu, kan? Enggak mau dikenalin ke aku, nih?"
Sher bertanya tepat ketika Mikha sampai dan berdiri di sampingku. Tanpa canggung dia melingkarkan lengannya di bahuku.
"Beib, dia siapa?"
"Shervana, tapi kamu cukup panggil dia Sher. Bisa dibilang dia ini partner in crime aku."
"Kalau kamu butuh informasi untuk blackmailing dia, kamu bisa ngehubungi aku," Sher mengulurkan tangannya, "Sher."
Mikha mengulas senyum tipis, "Mikhaelana, pacarnya Ibra."
"I knew," Sher menarik uluran tangan yang tidak disambut oleh Mikha, "Bram sering cerita tentang kamu."
"Bram...?"
"Ibra. Sorry. Kebiasaan," Sher menatapku, "Kalian mau duduk di sini? Ini tempat favorit kita, iya, kan, Bram?"
"Enggak..."
"Iya, kita mau duduk di sini, boleh?" Mikha memotong kalimatku.
"Boleh," Sher menjawab ramah, "Biar aku pindah meja aja. Enggak enak ganggu kencan kalian."
"Ngapain pindah? Kamu di sini aja. Kita bisa ngobrol bertiga. Gila, aku kangen banget ngobrol sama kamu!"
"Kita bisa ngobrol lain kali, Bram. Aku juga udah mau balik, kok. Kamu tahu sendiri gimana riweuhnya aku kalau pulang ngetrip."
"Kamu baru ngetrip? Dari mana?" Tanpa pernah aku duga Mikha ikut masuk dalam pembicaraan kami. Walau aku tidak suka nada ketika dia bertanya seakan mengecilkan Sher.
"Camino de Santiago," Sher menjawab singkat sambil membereskan peralatannya.
"Camino...ada gitu nama negara Camino apalah itu?"
"Itu bukan nama negara. Itu jalur ziarah yang cukup terkenal di Eropa, mulai dari Prancis sampai Spanyol." Sher berpaling ke arahku, "Aku balik duluan, ya."
"Sher," aku menatapnya, "Jangan pernah ngilang lagi."
Sher hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah kami lalu berbalik dan berjalan menuju pintu. Getaran smartphone yang aku letakkan di atas meja mengalihkan perhatianku dari punggungnya yang menjauh.
Shervana Alamsukma : Selera kamu boleh juga.
Shervana Alamsukma : Aku ngerti kenapa kamu bilang dia malaikat
Pesan dari Sher membuatku tidak bisa menahan senyumku. Dasar Sher!
Aku kembali memperhatikan punggungnya. Sesaat sebelum punggung itu menghilang di balik pintu. Tuhan! Ternyata aku merindukannya. Sangat.
"Pacar kamu di sini," suara Mikha mengejutkanku. Suara terdengar sinis tidak manis dan hangat seperti yang aku kenal, "Bukan yang di sana."
"Kamu cemburu, Sayang?" Aku berusaha menutupi rasa bersalah dengan meremas ujung jarinya lembut.
"Menurut kamu?" Dia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan. Kebisaan kalau dia sedang marah.
Aku tersenyum dan mencium ujung jarinya lembut, "Malaikat aku cuma kamu, Mikha."
Pesan dari Sher membuatku tidak bisa menahan senyumku. Dasar Sher!
Aku kembali memperhatikan punggungnya. Sesaat sebelum punggung itu menghilang di balik pintu. Tuhan! Ternyata aku merindukannya. Sangat.
"Pacar kamu di sini," suara Mikha mengejutkanku. Suara terdengar sinis tidak manis dan hangat seperti yang aku kenal, "Bukan yang di sana."
"Kamu cemburu, Sayang?" Aku berusaha menutupi rasa bersalah dengan meremas ujung jarinya lembut.
"Menurut kamu?" Dia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan. Kebisaan kalau dia sedang marah.
Aku tersenyum dan mencium ujung jarinya lembut, "Malaikat aku cuma kamu, Mikha."
1. Typo, kak.. "Dia melambaikan tangan sedetik setelah tatapan kami bertemu ((lalh)) mengangkat cangkir kopi seakan memberikan salut ke arahku."
ReplyDelete2. Sher, dibagian akhir cerita sepertinya Bram bakal jadi milik kamu. Sepanjang cerita aja hatinya udh kamu miliki :p *pura2 ngobrol sama Sher.
1. *ikat kepala buat beresin typo*
Delete2. Ih, sok kenal sama Sher :)))
Ka mikha kayanya punya 2 muka *muka horor
ReplyDeleteKa sherrr!! Nanti ajak aku kesana ya kapan kapan:D
Ini...kenapa pada sok kenal sama Sher semua, sih?
DeleteKak dy tau ga? kak sher itu sodara sepupuan
DeleteAda yang mulai ngayal
DeleteKan kan kan kan ~~ bahkan pas udah muncul. Sher masih kerasa misterius Mbak Dy. Aku suka dia xD ~
ReplyDeleteIni kenapa semua orang suka Sher, sih?
DeleteSher strong banget ya lihat bram ama mikha ..
DeleteBram mau ama sher apa mikha si bikin galau ? Ksihan sher nya kan
*melintas dengan keceh*
DeleteHhahahha, udah ada yang duluin aq bwt ingetin typo :p tapi aq nemu ke-typo-an kak Dy lagi (ini bahasa apa sih -.-")
ReplyDelete...dia penasaram ketika..
paragraf kedua itu.
Okaylah, perempuan emang begitu. Cemburuan bangeeet :D untung aq gak suka perempuan -.-" :D