Aku merindukan perbincangan panjang kita melalui tinta digital. Berderet huruf yang mengukir kata pada layar laptopku dan pada layar laptopmu di sana. Bersama kita mengeja malam hingga salah satu dari kita tertidur dan perbincangan kita terhenti begitu saja.
Tinta merah yang menandai percakapanku, dan kamu setia dengan hitam. Merah, karena ketika kita pertama kali berbincang hatiku masih merindu seseorang penggemar Red Devil, ini satu fakta yang kamu tidak pernah tahu, bahkan hingga saat ini.
Kamu yang merelakan jam istirahatmu untuk menemaniku ketika insomniaku menyerang, menemaniku merangkai kata di sela malam. Ah, aku merindukan masa itu.
Dan ingatkah kamu ketika aku membangunkanku hanya karena hujan menyapa kotaku? Aku tidak peduli kamu yang sudah tertidur, aku merangkai kata dengan tinta digital dan mengirimkannya padamu. Sepanjang malam hingga hujan berhenti dan aku tertidur di depan laptopku.
Terbangun karena kamu membalas chatku, tergesa di pagi, sebelum kamu berangkat kerja karena kamu merasa bersalah. Dan berlanjut disela jam kerjamu, hingga kamu pulang kerja dan berlanjut sepanjang malam.
Kita membicarakan semuanya. Kamu membagi mimpimu dan berbagai hal yang kamu simpan rapat untukmu sendiri. Dan aku belajar untuk membuka diriku, membuka sesuatu yang sudah aku kunci, rapat dalam diriku.
Aku belajar untuk mencintaimu, tanpa aku menyadarinya.
Keputusan yang salah dan bodoh.
No comments:
Post a Comment