Thursday, October 18, 2012

(Bukan) Sumpah Mati

Angin pantai bertiup semakin kencang, membawa aroma khas air laut, aroma asin yang selalu aku rindukan. Angin pantai bertiup seiring dengan debur ombak yang menyentuh bibir pantai. Angin pantai yang bertiup memainkan rambut ikalnya yang selalu dibiarkan terurai. Dia yang sedang menggenggam tanganku erat. 

"Kamu yakin?" Lirih, pertanyaan yang sama yang sudah diulang entah untuk berapa kali olehnya. 

"Yakin. Ini sumpah kita bukan?" Aku berusaha untuk mengingatkan kembali kenapa aku dan dia berada di sini sore ini. 

"Karena sumpah mati yang kita ucapkan di depan mereka?" Dia bertanya tidak yakin.

"Bukan." Aku menjawab singkat, "sumpah untuk membuktikan cinta kita. Apa kamu tidak ingin membuktikan kepada mereka kalau apa yang kita miliki adalah cinta?"

"Sumpah mati," dia mengucapkannya pelan tapi penuh keyakinan, "memang cinta yang kita miliki."

Aku menganggukkan kepalaku untuk meyakinkannya. 

Dia tersenyum kearahku, melepaskan tas dan sepatunya. Kemudian menata keduanya diatas bebatuan tebing. "Kamu juga lebih baik sepatunya dilepas. Biar mereka tahu kita melakukannya disini." 

Aku hanya diam dan mengikuti keinginannya, melepas sepatuku. 

"Aku siap, kamu?" Dia bertanya setelah menutup matanya selama beberapa menit, mungkin dia berdoa. Entahlah, aku tidak yakin. 

Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban untuk pertanyaannya. 

"Sumpah mati?" Dia melihat kedalam bola mataku.

"Sumpah mati!" Aku mengucapkannya penuh keyakinan. 

"Demi cinta!" Dia berteriak dan melompat dari tebing ini. 

Aku? Aku masih berdiri diatas tebing ini dan melihat tubuhnya yang terburai dipeluk bebatuan karang yang menyambutnya. Aku melepas jemarinya di detik terakhir, dan aku memang tidak pernah berencana untuk mati. Tidak hari ini dan tidak dengannya.

Sumpah mati, bodoh dia percaya pada hal seperti itu. Dan lebih bodoh lagi kenapa dia percaya padaku. Kasihan, dia gadis yang baik sebenarnya, sayangnya terlalu polos. 

Aku mengambil surat yang terlipat di dalam saku celanaku dan memasukkannya ke dalam tasnya. Surat yang aku ketik dan aku persiapankan dengan rapi tadi malam, surat perpisahan dari seorang yang bunuh diri. 

Ah, sudah hampir senja, aku harus buru-buru kembali ke rumah dan mengganti bajuku. Ada pesta yang harus aku hadiri malam ini. 

Pesta pertunanganku. 




2 comments:

  1. hiyaaa wanita rela mati karenanya demi cinta, tp dia malah mau bertunangan di malam wanita itu bunuh diri demi cinta mereka???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini baru permulaan dari kisah mb. Coba aja dibaca postingan2 berikutnya. Pasti dpt benang merah yg berbeda dari pikiranmu

      Delete