Tuesday, October 2, 2012

Hampir 25

Setidaknya kurang dari 22hari lagi usiaku akan genap seperampat abad. Usia yang untuk sebagain orang  -terutama orangtuaku-  cukup matang untuk menikah dan memulai keluarganya sendiri. Tidak heran, diusiaku yang hampir 25 ini, celetukan dari pada tante atau saudara adalah “kapan nikah?” atau “calonnya mana?” atau juga “tunggu apa lagi?”


Tuhan! Tidak perlu aku jelaskan bagaimana rupa hatiku ketika aku mendengarkan celetukan pertanyaan yang, sayangnya, tidak berhenti bergaung. Kesal, iya. Sedih, iya. Bahkan terkadang ngerasa kalau aku anak yang ga bisa bikin orangtua bangga dan bahagia. Tapi bukankah hidup selalu penuh dengan pertanyaan yang terus menerus hadir sepanjang fase kehidupan kita?

Hampir 25, apa yang aku pikirkan?

Sebagian wanita yang seusia denganku berpikir kapan akan menikah, kapan mereka akan bertemu dengan pangeran tampan berkuda putih.  Atau memikirkan kapan proposal thesis mereka akan disetuju oleh Professor. Atau mungkin memikirkan cicilan rumah kedua atau cicilan mobil. Dan bisa jadi mungkin mereka sedang memikirkan bagaimana cara untuk segera naik jabatan.

Sedangkan aku? Aku pengangguran yang kerjaannya menikmati malam yang sepi. Sesekali travelling ke beberapa tempat yang menurutku eksostis, indah dan cukup hening untuk dinikmati. Aku bahkan masih kebingungan menentukan kota untukku menetap. Pangeran berkuda putih? Aku tidak cukup berani untuk berharap ada seorang pria yang akan mendekati wanita seabsurd aku.

Seandainya ada yang membelah kepalaku hingga apa yang aku pikirkan terbaca dengan jelas, mungkin setiap bagian pikiranku hanya berisikan rencana menakluklan dunia. Aku punya beribu rencana untuk menaklukkan dunia yang bermain di dalam pikiranku. Aku tidak hanya ingin sekedar hidup tanpa menjadi bagian dari sejarah dunia.

Hampir 25, apa yang aku punya?

Aku punya, mimpi. Ada banyak mimpiku yang masih menunggu untuk diwujudkan. Mimpi menjadi penulis bestseller, mimpi menjadi relawan di Bangladesh atau Nairobi, mimpi untuk segera menunaikan haji dengan biaya sendiri dan mimpi memiliki tempat yang aku sebut rumah.

Aku punya, setumpuk daftar tempat yang ingin aku kunjungi. Beberapa tempat yang ada didaftar milikku mungkintidak pernah dimasukan orang ke dalam tujuan wisatanya. Mendaki  gunung tertinggi di dunia, melihat aurora di belahan bumi selatan,  menghabiskan malam hening dan mencoba menyukai teh mentega di Lhasa, dan setumpuk rencana perjalanan yang menanti aku memiliki dana yang cukup untuk melakukannya.

Hampir 25, apa yang aku cari?

Aku mencari apa yang belum aku punya. Rumah. Sebuah tempat aku kembali dari setiap perjalanan. Sebah tempat dimana aku bisa menjadi diriku sendiri, tanpa perlu menggunakan lapisan topeng yang aku benci. Sebuah tempat dimana aku bisa dengan bebas menikmati hening yang aku candu.

Hampir 25.

Tapi pada akhirnya, aku kembali tersadar bahwa sesungguhnya, jauh didalam hatiku, aku hanya ingin menjadi seseorang yang menghabiskan waktu bersama dengan orang yang dicintainya. Seseorang yang berkomitmen untuk menjaga janji yang terucap di depan Tuhan, bertanggung jawab untuk selalu menyediakan bahu setiap aku bersedih dan menawarkan dadanya setiap kali aku bahagia. Seseorang yang akan membangunkanya setiap subuh untuk bersama membuka hari dengan menunaikan shalat, seseorang yang selalu akan menjadi imam-ku.

Bahwa aku hanya seorang gadis yang ketakutan akan menghadapi hidup ini sendirian yang bersembunyi dibalik jutaan mimpi dan rencana bodoh untuk menaklukan dunia.

Seorang gadis yang terlalu ragu untuk mencintai karena takut terluka, nantinya.

Tapi hei, aku hampir 25 bukankah ini waktu yang tepat untuk berubah? Untuk berdamai dengan segala ketakutan dan keraguan yang aku miliki dan mencoba untuk menjadi lebih berani?
Hampir 25, aku masih cinta travelling, masih bermimpi menjadi penulis bestseller dan masih mencari rumah tapi juga sedang menunggunya, #Besar-ku. 



No comments:

Post a Comment