Friday, October 19, 2012

Lubang Hitam Pada Maret

Maret akan menyenangkan. 

Aku tersenyum sendiri melihat kalender mini di dalam organizerku, riuh rendah suara pengunjung kafe ini tidak aku pedulikan sama sekali.  Tiga lubang hitam disana penyebab senyumanku. Aku terbiasa menandai hari penting dengan melubangi kalender dan mewarnainya dengan spidol, hitam khusus untuk waktu melakukan kesenanganku. 

Tiga dalam tiga puluh hari, cukup banyak. Lagi, aku tersenyum puas. 

Aku mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru kafe sebelum berhenti pada sosoknya. Dia yang terlihat payah dengan perutnya yang semakin membesar. Kandungannya bulan depan akan genap sebulan. Dia melihat kearahku dan membalas senyumanku lalu kembali berbicara dengan barista. Sedang aku kembali fokus pada organizerku. 

Yang pertama untuk gadis yang aku temui di mall beberapa minggu yang lalu.  Dia pasti sangat cocok dengan pantai di kota tetangga, karangnya sudah mengering. Sebenarnya sayang dia menjadi lubang hitam pertama di bulan Maret, tapi aku benar-benar membutuhkan pelepas stress saat ini. 

Lubang hitam kedua untuk mahasiswi daerah yang manis. Hm, pasti akan menyenangkan menghabiskan waktu dengannya di Puncak, di villa milikku. Sepertinya, rumpun mawarku akan segera bertambah, rumpun mawar tempat terbaik menyembunyikan mayat.

Dan lubang hitam kedua untuk pembantu baru dirumahku. Aku akan berpura-pura mengantarkannya kembali ke desa, lalu aku akan melewati danau itu. Rumpun bambu berduri itu akan menjadi akhir yang indah untuknya. 

"Ini kopi pesanan kamu, Sayang." Dia meletakkan secangkir kopi dan mencium pipiku samar. "Kamu lagi apa?"

"Nandain kalender, biar ga lupa." Aku menjawab singkat dan menyesap kopi hitam pesananku. 

"Lihat," Dia mengambil organizer yang aku angsurkan kepadanya, "kamu ga bisa pergi tanggal ini." Dia menunjuk lubang hitam kedua pada Maret. Lubang hitam di kalender untuknya berarti kepergianku. "Kamu lupa? Menurut dokter, ini tanggal kelahiran si kecil. Perjalan dinas kamu bisa ditunda khan?" Dia menggembungkan pipinya, kebiasaan kalau dia ngambek.

"Bisa, aku batalin aja. Khan prediksi dokter suka meleset beberapa hari." Aku tersenyum dan mencium keningnya lembut. 

Aku menyilang lubang hitam itu dengan spidol merah, sepertinya aku harus berpuas dengan pantai dan rumpun bambu berduri untuk bulan ini. Rumpun mawar harus menunggu lebih lama. 

Dua dalam tiga puluh hari, bukan hal yang buruk. 

Teriakan tertahan, leher kecil dan derak suara tulang leher, dan aku tersenyum dengan penuh kepuasan, lagi. 


No comments:

Post a Comment