Aku mencium samar aroma bunga kamboja, aroma khas pemakaman. Hari ini, hari kematian dia yang kupanggil Ayah dan aku dengan setengah hati datang mengunjungi rumah terakhir Ayah untuk menuaikan pesan terakhir Ibu, menaburkan bunga dan menyiramkan tanah dengan air.
Bunga agar semerbak mengganti aroma busuk dan air untuk mendinginkan.
Ayah. Untukku sosok yang terbaring nyaman di pemakaman ini adalah seorang Ayah. Sejak aku mampu mengingat dia adalah satu-satunya Ayah yang aku punya walaupun para saudara Ayah selalu bergunjing dibelakang dan mengatakan aku bukanlah darah daging Ayah. Aku, hanyalah seorang anak yang diambil Ayah di tanah konflik tempatnya bertugas dulu.
Ayah. Dia yang mengajariku untuk tidak pernah peduli pada pendapat orang lain, untuk terus berlari jika yang aku miliki adalah kebenaran dan jangan pernah lelah untuk terus memperjuangkannya. Tapi yang paling penting, untuk tidak pernah menolak siapapun dirimu.
Aku menaburkan kelopak mawar yang aku beli di depan taman makam pahlawan, rumah terakhir Ayah dan sudah aku campurkan dengan bunga kamboja, bunga favorit Ibu. Menyiramkan sebotol air diatas helm ayah dan mengusapnya.
"Ayah, ini aku pembunuhmu." Aku menaburkan sisa kelopak mawar, "Aku masih memegang sumpah itu. Sumpah yang kamu torehkan di dadaku. Sumpah untuk terus mengundang kematian mendekat, melalui jemariku seperti ajaranmu."
Aku menatap helm kebanggaannya, "Aku bahkan mengundang kematian untuk anakku sendiri. Bukankah kamu juga dulu melakukannya?"
Aku tersenyum, Ayah pasti sangat bangga padaku bukan?
Aku menatap helm kebanggaannya, "Aku bahkan mengundang kematian untuk anakku sendiri. Bukankah kamu juga dulu melakukannya?"
Aku tersenyum, Ayah pasti sangat bangga padaku bukan?
Kereeen, tapi maksudnya nggak ngerti :3
ReplyDeleteHai.
DeleteMakasih, ini sambungan posting sebelumnya. Coba baca semua yg berlabel FFDadakan. Lagi berusaa bikin FF bersambung :)
Hai.
DeleteMakasih, ini sambungan posting sebelumnya. Coba baca semua yg berlabel FFDadakan. Lagi berusaa bikin FF bersambung :)