Sunday, March 29, 2015

Kenapa Bukan Aku?

"Akhirnya," tanpa merasa bersalah Sher menarik kursi yang ada dihadapanku, "Lama banget? Jangan bilang kena macet. Traffic jam can't be an excuse."

Dia tertawa sambil melambaikan tangan memanggil salah seorang waitress, "Sori. Ini gara-gara kamu. Ngajak ketemuan mendadak. Ada apa?

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya Sher sudah kembali bersuara, "Jangan bilang kamu putus sama malaikat kamu itu."

Dengan berat aku menganggukkan kepala, "Sejak kapan kamu jadi cenayang?" 

Dia terkikik, "Muka kamu itu gampang banget dibaca. Dan ekspresi kayak gini cuma muncul kalau kamu baru putus."


"Kayak gini gimana?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan kami.

"Kayak sekarang. Ngaca aja kalau penasaran," dia memesan secangkir long black, "Jadi, kenapa Karena kejadian di ulang tahun Tuan Winata?"

"Tuan Winata...dia papa kamu, kan? Kenapa kamu ..."

"Kita di sini bukan buat ngebicarain latar belakang aku, kan? Jadi, kenapa kamu putus? Dia cantik, look good enough dan cukup terpelajar."

"Terpelajar? Kamu lupa kelakuan dia di pesta minggu lalu?"

Sher tersenyum, "Enggak. Tapi menurutku pasti ada alasan kenapa dia melakukan itu. Jelousy or anger. Maybe."

"Entahlah," aku menghabiskan lemon tea pesananku  "Aku udah enggak bisa menolerir keanehan dia lagi. Gaya hidup kami terlalu berbeda."

"Awalnya itu terasa menyenangkan. Rasanya kayak menemukan dunia yang berbeda. Warna yang belum ada dalam hidupku. Tapi semakin lama, itu menghancurkan keseimbangan yang udah aku bangun. Makin lama aku nyadar kalau hidup aku itu ibarat rel kereta. Bersisian. Tapi enggak pernah ketemu. Kami enggak beririsan. Hubungan kami enggak bakalan ke mana-mana."

"Justru karena rel kereta itu bersisian kereta bisa sampai ke tujuannya. Bayangin kalau tiba-tiba berpotongan? Kereta bakalan terjungkal, kan?"

"Oke, aku salah milih perumpamaan. Tapi kurang lebih kayak gitu. Intinya aku sama dia enggak bisa sama-sama." 

"Hm," Sher bergumam, "Jadi itu alasan kamu putus?"

Pertanyaan Sher membuatku menyadari sesuatu. Aku tidak punya jawaban kenapa aku memutuskan Mikha.

Kelakuannya yang aneh? Tapi bukankah aku sudah mengetahuinya sejak dulu? Kenapa baru sekarang aku mempermasalahkannya?

Kesukaannya pada alkohol? Dulu aku memakluminya, kenapa sekarang tidak lagi?

Atau apa mungkin karena percakapanku dengan Sher sebelum dia pergi? Tapi tidak mungkin aku mencintai Sher. Aku tidak cukup gila untuk jatuh cinta pada Sher. Dia sahabatku dan out of my league, Sher tidak terjangkau.

Mungkinkah karena...

"Enggak ada alasan, Sher," akhirnya aku memilih menjawab dengan diplomatis, "Aku dan Mikha, kami sama-sama sadar kalah di titik ini kamu harus berpisah."

"Bram yang selalu bilang pasti ada alasan untuk apapun di dunia ini bilang kalau enggak ada alasan? Ayolah, Bram, jangan bercanda."

Aku menatapnya dalam, "Kalau jatuh cinta enggak butuh alasan kenapa untuk kehilangan rasa cinta harus punya alasan?"

Dia terdiam. Lama. Bahkan hingga kopi yang dipesannya mendingin tidak tersentuh.

"Aku kasihan sama dia. Enggk seharusnya kamu biarin dia sendirian."

"Siapa? Mikha?"

"Hm," dia kembali bergumam, "Aku ngerasa kami serupa."

Sekarang aku benar-benar bingung. Sher dan Mikha serupa? Dulu aku pernah berpikir demikian tapi...

"Iya," matanya menerawang jauh, "Lupain. Aku ngelantur," dia kembali tersenyum tapi itu tidak mampu menghapus penasaranku, "Ngomong-ngomong, kemarin sempet ngobrol apa aja sama Samudera?"

"Sama Samudera? Enggak banyak. Enggak sempat tepatnya."

Sher menyesap kopinya.

"Kenapa?" Akhirnya aku tidak mampu untuk tidak bertanya.

"Enggak," Sher menatap dari balik cangkirnya, "Tahu sendiri gimana mulutnya Samudera."

"Dia beneran saudara kamu, ya? Kalian itu beda banget. Bukan, bukan fisik tapi karakter kalian."

"Kami besar di lingkungan yang beda dan dibesarkan dengan orang yang berbeda. Jangan tanya. Aku enggak mau ngebahasnya."

"Oke," aku memainkan sedotan dan es yang tersisa di gelasku, "Kamu enggak ngelanjutin trip kamu yang tertunda karena harus datang ke ulang tahun kemarin?"

"Enggak. Lagi malas."

"Seorang Sher ngomong gitu? Tumben banget."

Dia menarik napas berulang kali sebelum menyesap kopinya, "Aku capek dengan pencarianku. Rasanya semakin aku mencari semakin aku enggak menemukan jawabannya."

"Ada apa? Kemana Sher yang bercerita tentang cinta yang dia temukan selama pencariannya? Kemana Sher yang..."

"Aku memang bisa ngerasain itu semua, Bram. Aku benar-benar ngerasain itu. Aku juga masih pengin terus nyari, terus mendekat, terus berjalan ke arah-Nya. Tapi itu semua enggak menjawab pertanyaanku. Sama sekali enggak."

"Apa yang pertanyaanmu? Bukannya selama ini kamu melakukan pencarian itu karena kamu pengin tahu agama atau kepercayaan mana yang sejati? Yang paling benar?"

Sher menggelengkan kepalanya, "Selama ini aku mencari karena aku pengin dia menjawab pertanyaanku secara langsung."

"Pertanyaan apa?"

"Kenapa waktu itu Dia tidak memilihku."

"Waktu itu? Kapan? Memilihmu untuk apa?"

Dia bergeming.

"Sher..."

"Untuk mati." Lirih. Hampir tidak terdengar olehku, "Kenapa bukan aku yang dipilihnya, Bram?"



8 comments:

  1. Bram pintarrrrr, akhirny putus sama Mikhaa. Yay!
    Ahh, makin jatuh cinta sama sosok Sher yg tingkahnya lebih terkendali drpd si Mikha.
    Kak Dy, apa di bagian akhir ini semacam pertanda klo rahasia Sher bakal mulai dibuka? :p *duduk menunggu episode 28

    ReplyDelete
  2. ....sadar kalah di titik ini kamu((kami))...
    Mungkin kami yakk tepatnya kak.

    "Apa yang pertanyaanmu? Bukannya se...
    Nah ini ngegantung. Mungkin "Apa yang menjadi pertanyaanmu?...


    itu Sher lagi kode bukan sih? :p *gagal fokus, ngayal*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sher ngode?
      Seorang Sher enggak pernah ngode. dia mah tipe tabrak langsung :p

      Delete
  3. Sher... kamu nyari apa sih? nyari aku ya? hehehe ~
    Sher yang malang :( aku pengen deh bisa ngerti dia ~ >__< Mbak boleh rikues adegan manis Bram sama Sher ga, apa kek xD hahahaha *apaan emang*

    ReplyDelete
    Replies
    1. adegan manis? Apaan? *balik nanya*

      Eh, dirimu pengin kayak Sher? Pengin kayak gimana?

      Delete
  4. Jadi, kak sher tuh dulunya pernah kehilangan seseorang, ya??
    Kak Sher, watakmu sepertinya sama denganku kekekeke*ngaco
    Oo iya ka bram, ide kaka buat putusin ka mikha keren banget tuh, kapan kapan kasih aku ide yg lain juga ya ~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iiih! Sengaja mirip-miripin sanking ngepensnya, kaan? :)))

      Delete